Tulisan ini bukan untuk menyelisihi berbegai lembaga yang dulu aku paling tidak pernah berkecimpung atau berinteraksi dengannya. Namun semoga menjadi satu masukan yang bermanfaat dalam melihat sisi lain perkembangan wajihah yang menjadi ujung tombak perjalanan dakwah di kampus ini.
Berangkat dari sebuah kegelisahan, melihat semakin tidak rapinya (absurd, mungkin lebih jelasnya) berbagai agenda-agenda yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga dakwah. Yang muaranya juga berdampak pada para du’at-du’at yang beraktivitas disana. Kalau boleh bernostalgia merenungkan masa lalu yang pernah aku alami dan bagiku itu sangat berarti, ada beberapa yang ingin kubagi, dianataranya:
1. Dulu, penanganan pendampingan oleh kaderisasi sangatlah baik. Ada berbagai program yang disiapkan sebagai sebuah sistem yang mekanistik dan berjalan secara sinergik dengan berbagai agenda-agenda keuamatan yang dijalankan oleh lembaga ini. Mulai tahap perekrutan yang memberi kesan mendalam, karena mengedepankan kedekatan dan interaksi antar individu sehingga benar-benar seorang yang akan direkrut merasakan bahwa ada saudaranya disampingny meski dia bukanlah orang di kota ini. Merasa bahwa ada orang yang memberikan perhatian yang tulus tanpa adanya misi-misi tersembunyi yang diwujudkan dengan perhatian dan kasih sayang serta pengahargaan yang tulus kepadanya. Persiapan pelaksanaan perekrutan yang , Subhanallah, berjalan dengan baik. Masih kuingat dulu, beberapa penyaji materi adalah beliau para asatidz yang sekarang sepertinya mulai pergi (baca: kita tinggalkan). Aku masih ingat, pada saat itu masih menggunakan nama yang sama dengan hari ini, SIDIK (Studi Dasar Islam Kontemporer), yang penyaji materinya diataranya, Ust. Dr. Mu’nudinillah Basri M.A, Ust. Supomo, S.S, Ust. Abdul Hakim, Ust, Didik Hermawan, Ust. Mahmud Mahfudz Lc. Subhanallah, demikian indah untaian kata yang beliau tuturkan kepada kami para anggota mula, sehingga benar-benar merasuk kedalam sanubari kami yang terdalam. Namun sekarang? Dengan mengatasnamakan penjenjangan/ marhaliah, maka Ustad-Ustad hanya dipakai khusus untuk marhaliah tertentu saja, tidak semua bisa mendapatkan taujih khusus dari beliau, apalagi bagi mereka yang masih awal. ,mereka tidak akan pernah kenal siapa Ust. Mu’in, Siapa Ust. Hakim, Siapa Ust. Mahmud, karena mungkin mereka belum bisa sampai ke marhalah tertentu yang memungkinkan dia masuk kedalamnya. Seingatku, angkatan 2003-lah angkatan terakhir yang merasakan indahnya taujih perekrutan awal lembaga ini yang paling banyak pesertanya, paling solid (Alahamdulillah sampai hari ini), karena kami mendapatkan satu hal yang berKESAN bagi kami, tidak hanya satu aktivitas daurah atau pelatihan yang miskin nuansa ruhiy, materi-materi yang diberikan oleh pembicara yang tidak menarik sama sekali karena dia baru keamrin dihubungi, pelatihan yang persiapannya kurang maksimal karena tidak ada orang yang mengurusi dan berbagai kekurangan lain yang kulihat hari ini.
2. Dulu, ada bentuk pendampingan yang luar biasa hebat, namun sayangnya, entah dengan pertimbangan apa, tidak lagi dijalankan dengan baik. Masih kuingat, selepas daurah awal, mereka yang terekrut dibagi-bagi berdasarkan kelompok-kelompok tertentu yang jumlahnya berkisar 4 sampai 5 orang baik di ikhwan atau di akhwat. Bertemu sekali dalam sepekan untuk membahas berbagai metode, pengetahuan, mekanisme dan berbagai sistem yang belum kami ketahui sebelumnya. Tentang fund rising, komunikasi efektif, tentang kemahasiswaan, tentang dakwah melalui organisasi, pengenalan tentang lemabag dakwah ini. Subhanallah, semua mewarnai jiwa kami yang gersang kala itu dengan embun sejuk taujih dalam kebersamaan yang hakiki. Sehingga benar-benar menjadi satu ikatan yang kuat antara kami dengan para pengelola yang merumuskan ini semua.
Namun mungkin kami hanyalah ORANG-ORANG DULU yang tidak lagi memiliki saham atas pengelolaan hari ini.
Berangkat dari sebuah kegelisahan, melihat semakin tidak rapinya (absurd, mungkin lebih jelasnya) berbagai agenda-agenda yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga dakwah. Yang muaranya juga berdampak pada para du’at-du’at yang beraktivitas disana. Kalau boleh bernostalgia merenungkan masa lalu yang pernah aku alami dan bagiku itu sangat berarti, ada beberapa yang ingin kubagi, dianataranya:
1. Dulu, penanganan pendampingan oleh kaderisasi sangatlah baik. Ada berbagai program yang disiapkan sebagai sebuah sistem yang mekanistik dan berjalan secara sinergik dengan berbagai agenda-agenda keuamatan yang dijalankan oleh lembaga ini. Mulai tahap perekrutan yang memberi kesan mendalam, karena mengedepankan kedekatan dan interaksi antar individu sehingga benar-benar seorang yang akan direkrut merasakan bahwa ada saudaranya disampingny meski dia bukanlah orang di kota ini. Merasa bahwa ada orang yang memberikan perhatian yang tulus tanpa adanya misi-misi tersembunyi yang diwujudkan dengan perhatian dan kasih sayang serta pengahargaan yang tulus kepadanya. Persiapan pelaksanaan perekrutan yang , Subhanallah, berjalan dengan baik. Masih kuingat dulu, beberapa penyaji materi adalah beliau para asatidz yang sekarang sepertinya mulai pergi (baca: kita tinggalkan). Aku masih ingat, pada saat itu masih menggunakan nama yang sama dengan hari ini, SIDIK (Studi Dasar Islam Kontemporer), yang penyaji materinya diataranya, Ust. Dr. Mu’nudinillah Basri M.A, Ust. Supomo, S.S, Ust. Abdul Hakim, Ust, Didik Hermawan, Ust. Mahmud Mahfudz Lc. Subhanallah, demikian indah untaian kata yang beliau tuturkan kepada kami para anggota mula, sehingga benar-benar merasuk kedalam sanubari kami yang terdalam. Namun sekarang? Dengan mengatasnamakan penjenjangan/ marhaliah, maka Ustad-Ustad hanya dipakai khusus untuk marhaliah tertentu saja, tidak semua bisa mendapatkan taujih khusus dari beliau, apalagi bagi mereka yang masih awal. ,mereka tidak akan pernah kenal siapa Ust. Mu’in, Siapa Ust. Hakim, Siapa Ust. Mahmud, karena mungkin mereka belum bisa sampai ke marhalah tertentu yang memungkinkan dia masuk kedalamnya. Seingatku, angkatan 2003-lah angkatan terakhir yang merasakan indahnya taujih perekrutan awal lembaga ini yang paling banyak pesertanya, paling solid (Alahamdulillah sampai hari ini), karena kami mendapatkan satu hal yang berKESAN bagi kami, tidak hanya satu aktivitas daurah atau pelatihan yang miskin nuansa ruhiy, materi-materi yang diberikan oleh pembicara yang tidak menarik sama sekali karena dia baru keamrin dihubungi, pelatihan yang persiapannya kurang maksimal karena tidak ada orang yang mengurusi dan berbagai kekurangan lain yang kulihat hari ini.
2. Dulu, ada bentuk pendampingan yang luar biasa hebat, namun sayangnya, entah dengan pertimbangan apa, tidak lagi dijalankan dengan baik. Masih kuingat, selepas daurah awal, mereka yang terekrut dibagi-bagi berdasarkan kelompok-kelompok tertentu yang jumlahnya berkisar 4 sampai 5 orang baik di ikhwan atau di akhwat. Bertemu sekali dalam sepekan untuk membahas berbagai metode, pengetahuan, mekanisme dan berbagai sistem yang belum kami ketahui sebelumnya. Tentang fund rising, komunikasi efektif, tentang kemahasiswaan, tentang dakwah melalui organisasi, pengenalan tentang lemabag dakwah ini. Subhanallah, semua mewarnai jiwa kami yang gersang kala itu dengan embun sejuk taujih dalam kebersamaan yang hakiki. Sehingga benar-benar menjadi satu ikatan yang kuat antara kami dengan para pengelola yang merumuskan ini semua.
Namun mungkin kami hanyalah ORANG-ORANG DULU yang tidak lagi memiliki saham atas pengelolaan hari ini.
0 comments:
Post a Comment