Hari kamis kemarin ketika sedang asyik-asyiknya terlelap dalam mimpi siang yang tidak begitu jelas, aku dikagetkan oleh suara getar handphone 2610-ku. Kulihat sebuah nada panggilan dari seorang yang beberapa hari ini aku tunggu, Ust Wiranto. Dalam sepekan ini aku memang berharap untuk dapat erkomunikasi dengan belaiu meski hanya melalui sms, namun pada hari kamis itu beliau menelponku. Segera kuangkat dan memang dengan jelas itu adalah suara beliau.
Beliau menanyakn apa yang sedang kukerjakan sambil teredengar tawa beliau yang khas ditelingaku. Aku jawab bahwa aku sedang tidur-tiduran di kamar kost siang itu. Dan memang cuaca pada siang itu tidak terlalu bersahabat, angin seakan malas untuk bertiup meski sang mentari dengan gagahnya menyinarkan cahayanya yang panas. Beliau menanyakan padaku apakah aku sudah makan siang atau belum. Segera kuketahui arah pembicaraan selanjutnya. Ya, beliau memang lebih senang ketika bertemu denganku untuk berbicara tentang makanan dan beraneka ragam kuliner yang ada. Hatta ketika aku mengajak teman-teman Liqo’ku untuk bersilaturrahmi ke rumah beliau, hal pertama yang beliau sampaikan kepada kami adalah andai kami datang lebih awal tentunya kami akan diajak untuk mencicipi warung langganan beliau yang berada di dekat rumah beliau di wilayah Sumber, Banjarsari.
Beliau meminta bantuan kepadaku untuk memesankan 3 kotak nasi ayam tulang lunak di Mesam-mesem, dekat as-gross ar-royyan. Aku menyadari ketika suatu kali beliau kami-para panitia pembangunan masjid nurul huda- meminta untuk mentraktir kami makan. Sengaja kupilihkan Mesam-mesem karena aku berhusnudzon bahwa ayam yang dijual disitu benar-benar dapat dipertanggung jawabkan kehalalan dan keenakkannya. Dan alhamdulillah beliau pun menyukainya. Menu yang pas untuk kamis siang yang panas itu memang ayam tulang lunak ukuran XL. Beliau sampaikan untuk membeli 4 kotak, satu kotak terakhir adalah untukku.
Segera aku meluncur ke warung yang sahamnya juga dimiliki oleh salah seorang ikhwah kita, yakni akh Imdaddurahman, S.E. Dengan motor butut tua yang sangat setia menemaniku, aku sampai disana dan langsung memesan 4 kotak ukuran XL. Aku tanyakn berapa lama aku harus menunggu disitu, karena terus terang aku tidak nyaman untuk duduk menunggu lam disitu karen ada beberapa akhwat yang sedang makan disana. Akhirnya aku putuskan untuk membeli sesuatu terlebih dahulu di As-gross meski tidak ada di dalam pikiranku akan membeli apa. Dari pada menunggu lama disana dan agak “tengsin” pada orang-orang yang ada disana, lebih baik aku keluar dahulu untuk mencari sesuatu, pikirku kala itu. Aku masuk kedalam As-gross, nampak lengang siang itu, karena panas kukira, membuat sebagian besar orang-orang malas untuk beraktivitas. Ketika melihat rak bagian selatan yang banyak berisikan obat dan kamper, aku memutuskan untuk membeli kapur barus untuk persediaan di kamar mandi masjid yang bau-nya sangat menyengat karena kamar mandi yang satu berdampingan dengan kamar mandi yang lain.
Setelah selesai membeli kapur barus, kusengajakan diri untuk melihat-lihat jangan-jangan ada barang yang menarik untuk kubeli. Namun ternyata Allah SWT masih melindungiku dari sifat konsuerisme ketika melihat sesuatu barang, maka akupun putuskan untuk segera menyudahi pencarianku di dalam toserba ini. Aku bawa dua bungkus kapur barus yang masing-masing berisikan 5 biji kapur yang bentuknya menyerupai bola golf namun bedanya pada warnanya yang beraneka ragam itu. Aku bayar, harganya satu bungkus Rp5.200, ya aku masih ingat harganya, karena aku mengeluarkan uang Rp12.000, dan mendapat kembalian sebesar Rp600.
Ketika aku sampai di Mesam-mesem kembali, kulihat pesananku belum selesai. Suasana di warung itu masih terlihat ramai, sehingga kuputuskan untuk menunggu di luar. Alhamdulilah tidak berapa lama, pesananku jadi dan diantar kepadaku. Aku telah membayarnya diawal sebelum aku pergi ke As-gross, jadi aku tinggal mengambilnya dan segera membawanya kepada pemesan utamanya.
Ketika sampai di PUSKOM UNS, aku segera menuju ruang kantor milik pak Wir-demikian kami dengan akrab memanggil beliau. Beliau kuilihat sedang berkonsentrasi dengan laptopnya. Aku ketuk pintu dan serta merta beliau melihat dan segera menghampiriku. Tidak ada yang berubah dari beliau, keramahan dan canda beliau yang khas yang selalu kuingat. Hanya saja kulihat, alhamdulillah, badan beliau yang terlihat lebih gemuk daripada terakhir aku bertemu ketika silaturrahmi ke Sumber. Kulihat disana ada 4 orang termasuk beliau, sehingga aku sampaikan bahwa biarlah aku yang nanti membeli lagi dan semua kotak yang kubawa untuk teman-teman beliau. Beliau setuju dengan usulanku dan segera menyrahkan, dengan tangan beliau sendiri, masing-masing kotak kepada semua teman satu kantornya tersebut. Satu yang tidak terlihat olehku adalah Pak Triyadi, seorang dengan jenggot putihnya yang sering aku ajak bercanda. Pak Wir sampaikan bahwa beliau sedang keluar untuk satu urusan.
Aku temani Pak Wir yang lahap menyantap nasi ayam itu. Aku senang sekaligu bangga memiliki seorang bapak seperti beliau. Aku laksana anaknya sendiri yang ditanya berbagai hal yang berkaitan dengan apa yang kujalani selama ini. Tentang kuliahku yang belum juga selesai meskipun tinggal menyelesaikan skripsi, tentang kondisi pengelolaan Ar-royyan, tentang teman-teman Liqo’ku yang beliau tanyakan dan berbagai hal yang semuanya aku yakin bahwa beliau adalah seorang yang amanah dan benar dalam setiap langkah-langkahnya.
Ya Rabbi... semoga Engkau selalu meluaskan kasih sayang-Mu kepada kami, hamba-hamba-Mu yang selalu berusaha mensyukuri setiap karunia yang Kau beri.Solo,280608,19.36